Halaman

Senin, 20 September 2010

Tersesat di Dalam Dunia Mimpi (cerpen karya: Aloysius Toga S)

Setelah pergi dari kerutinannya, seorang pria sang gagah berani pun menenangkan diri sejenak. Tenang, tenang, dan tenang. Ia menenangkan diri tak berapa waktu lamanya. Ia menenangkan diri sambil menunggu datangnya sang malam.

“Sang malam memang selalu tepat untuk memasukkan pikiran manusia ke dalam sebuah dunia mimpi” seraya pria sang gagah berani berkata.

Sang malam pun datang dengan ciri khasnya. Gelap, sunyi, nan indah merupakan ciri khas yang dibawanya saat itu. Maka pria yang usai menenangkan diri pun memuja sang malam yang membawa gelap, sunyi nan indah. Pria itu memuja sang malam dan ingin memasukkan pikiran ke dalam dunia mimpi.

Keinginannya tak berapapun lamanya dikabulkan sang malam. Dalam hati pria itu hendak memberi wujud balas kasih. Wujud balas kasih yakni terima kasih pada sang malam. Sang malam perlahan-lahan memasukkan pikirannya ke dalam dunia mimpi, dunia yang penuh misteri dan tiada unsur sadar. Maka pikiran seorang pria yang usai terkabul permintaannya masuk dalam dunia tanpa unsur sadar.


* * *


Pikirannya pun membuka pagar gerbang dunia mimpi. Pikirannya melihat dan menemukan berbagai misteri. Misteri yang tentu hanya dunia mimpi yang meng-ada-kannya.

“Betapa jumlah sejuta laksa banyaknya!” seraya pikirannya berkata.

Pikirannya menemukan berjuta laksa misteri yang tentu hanya di dunia mimpi. Entah karena sebab nan alasan apa pikirannya sanggup bergairah menelusuri dunia mimpi lebih dalam, lebih dalam, dan lebih dalam. Gairah pikirannya benar adanya tercurah pada gaya penelusuran pikirannya yang berkelok-kelok mencari semua misteri dalam dunia mimpi.

Telah hampir semua misteri usai ditemukan pikirannya. Namun satu misteri yang paling benar bermukjizat belum ditemukan pikirannya. Ya, misteri sang Mahabesar belum ditemukan pikirannya.

Pikirannya pun mencari misteri satu ini dengan gairah pikirannya yang benar adanya.

“Aku percaya, bisa!”

“Aku percaya, bisa!”

“Aku percaya, bisa!”

Gairah pikirannya kian mencurah semenjak 3 kalimat yang terdiri dari 3 kali 3 kata tercetus.

“Ya. Aku percaya, bisa!” Sekali lagi kalimat itu tercetus pikirannya yang seolah berperan sebagai sahutan atas cetusan 3 kalimat itu.


* * *


Benar adanya. Maka api kepercayaan pun segeralah mengkobarkan gairah pikirannya agar semakin benar adanya. Namun, sayang nan disayangkan api kepercayaan sesekali meredup ketika pikirannya menemukan kesesatan. Kesesatan bukan kesesatan dalam tembok-tembok labirin. Kesesatan melainkan kesesatan dalam lubang kegelapan tanpa jalan nan jalur.

Pikirannya pun seolah masuk dalam lubang kegelapan akan kesesatan. Dalam lubang, pikirannya terdapat berjuta laksa cobaan laksana jumlah misteri yang usai ditemukan pikirannya. Betapa jumlah cobaan harus dihadang pikirannya. Maka pikirannya pun menghadang betapa jumlah cobaan itu.

Satu demi satu.

Dua demi dua.

Tiga demi tiga.

Empat demi empat.

Pikirannya dengan mudah menghadang empat cobaan pertama. Gairah pikirannya pun lebih benar tercurah adanya semenjak usai menghadang empat cobaan pertama. Usai demikian, pikirannya pun mulai kembali menghadang. Tentunya menghadang cobaan kelima hingga ke-berjuta laksa cobaan.

Lima demi lima. Cobaan dalam kedamaian.

Enam demi enam. Cobaan dalam kesabaran.

Tujuh demi tujuh. Cobaan dalam kerumitan.

Delapan demi delapan. Cobaan dalam kesunyian.

Sembilan demi sembilan. Cobaan dalam kepengetahuan.

Sepuluh demi sepuluh. Cobaan dalam kedukacitaan.

Telah usai sepuluh cobaan dihadang pikirannya. Ini tentu dengan bantuan gairah pikirannya yang usai kembali terkobar oleh api kepercayaan.

“Hai, para cobaan. Betapa banyak jumlahnya laksana betapa banyak misteri dalam dunia mimpi.” seraya pikirannya lagi, berkata.

Dan pikirannya pun memulai kembali menghadang cobaan kesebelas hingga ke-berjuta laksa. Pikirannya mengalami kerumitan di sela menghadang berjuta laksa cobaan. Kerumitan itu kian merumit ketika cobaan semakin menghadang. Merumit dan kian merumit.


* * *


Namun, di sela kerumitan dan perhadangan akan berjuta laksa cobaan, api kepercayaan nan gairah yang usai ada dalam pikirannya bermukjizat betapapun perkasanya hingga berujung pada cobaan terakhir.

Akhirnya inilah cobaan terakhir yang kunjung dihadang pikirannya. Berjuta laksa demi berjuta laksa usai dihadangnya. Cobaan terakhir, cobaan dalam cinta.

“Hai, cobaan terakhir. Segeralah aku menghadangmu!” seraya pikirannya lagi, berkata.

Maka pikirannya pun segeralah menghadang cobaan terakhir. Api kepercayaan entah mukjizat pun tak mampu menjelaskan pasalnya, tiba-tiba sesaat meredup. Pikiran pun menghadang sendirian dan benar adanya sepi.

Pikirannya mencapai puncak kerumitan di sela menghadang cobaan dalam cinta alias cobaan terakhir. Pikirannya sesaat hendak bangun dari dunia mimpi menuju dunia nyata. Namun, apadaya pikirannya tertakdirkan untuk menghadang cobaan terakhir. Maka pikirannya pun berlanjut menghadang cobaan dalam cinta.

“Akhirnya…” seraya pikirannya berkata hendak selesai menghadang cobaan dalam cinta.

Benar adanya. Pikirannya usai menghadang cobaan dalam cinta. Pikirannya menemukan misteri sang Mahabesar dan pikirannya pun kembali ke dunia nyata bersama pemiliknya, pria sang gagah perkasa dengan pengalaman mukjizat akan ketersesatan di di dunia mimpi.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan komentarmu disini ...